FSLDK Bandung Raya In Action

Forum Silaturahim Lembaga Dakwah Kampus Bandung Raya (FSLDK) mengirimkan kader-kader terbaiknya dalam Sarasehan Nasional Aktivis Dakwah Kampus Indonesia di Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta, tanggal 28-30 Oktober 2011.

FSLDK Bandung Raya Peduli Bencana

Salah satu bidang yang memperhatikan kondisi korban bencana, salah satunya bencana banjir di Baleendah, Kabupaten Bandung. FSLDK yang terdiri dari seluruh LDK se- Bandung Raya melakukan aksi trauma healing kepada anak-anak, remaja, bahkan orang tua.

SKI IT Telkom, Pusat Komunikasi Daerah (PUSKOMDA) 2010-2012

Sentra Kegiatan islam (SKI) IT Telkom kembali diamanahkan oleh LDK-LDK se-Bandung Raya untuk menjadi Puskomda Bandung Raya dalam masa kerja 2010-2012.

Sejarah Singkat FSLDK

Forum Silaturahhim Lembaga Dakwah Kampus Nasional (FSLDKN) merupakan salah satu bentuk koordinasi dakwah yang berfungsi sebagai sarana bagi terciptanya gerak dakwah yang teratur, terpadu, dan kompak tadi menuju ummatam wahidah. Cikal bakal lahirnya FSLDKN adalah acara yang bernama Saresehan LDK yang diadakan pada tanggal 14-15 Ramadhan 1406 atau 24-25 Mei 1986 oleh Jamaah Shalahuddin UGM, bertempat di UGM, Yogyakarta .

Disaster Management Training

Untuk membekali kader-kadernya dalam menanggulangi bencana, FSLDK mengadakan pelatihan manajemen bencana bekerja sama dengan lemabag-lembaga yang profesional.

Minggu, 19 Februari 2012

Mengembalikan LDK Pada Khitahnya

Mengembalikan  LDK Pada Khitahnya
(Refleksi Fenomena Gerakan Dakwah Kampus Dari Virus Pragmatisme)
Adi Inzar Kusuma
(Ketua Puskomnas 2010-2011)
Muqaddimah

Dakwah kampus semakin menjadi suatu fenomena yang menarik untuk diperhatikan. Dengan segala hambatan dan  rintangan tetap akrab dengan nuansa pergerakan mahasiswa muslim. Dauroh, mentoring, kajian, seminar, sampai pada aksi-aksi keummatan. Kampus tidak lagi sekedar tempat tumbuhnya lokus intelektual semata. Ia pun semakin kental menjadi pusat pertumbuhan semangat dan aktivitas keislaman yang signifikan. Memasuki decade ketiga ini, dakwah kampus tidak cukup dengan stagnansi menjalani hari-hari dakwahnya tanpa sebuah inovasi.

Zaman cepat berubah “Today we have to run faster to stay in the same place”. Begitulah kira-kira ungkapan yang pernah dilontarkan oleh Kotler untuk melukiskan betapa pentingnya menangkap dinamika dan mengantisipasinya dengan langkah yang tepat agar dapat hidup di era turbelensi ini. Dalam kesempatan lain David Held (Global Transformation, 2000) menggambarkan bahwa globalisasi memiliki velocity (kecepatan), intencity (kedalaman), dan extencity (kekuasaan/daya jangkau) yang lebih dasyat dari sebelumnya. Hal ini menjadi tantangan sekaligus ancaman yang harus dihadapi oleh dakwah kampus agar berbenah diri menghadapinya.


Insan akademis yang kompetitif

Dakwah kampus tidak boleh melupakan tujuan perguruan tinggi secara umum, bahkan ia merupakan representasi nyata dari tujuan perguruan tinggi. Tri Dharma Perguruan Tinggi harus mampu diterjemahkan oleh Aktivis Dakwah Kampus (ADK) dalam tafsiran yang tepat. Mengakttualkannya dalam bentuk program-program yang dinamis dan kreatif. Seperti juga visi pendidikan nasional “menciptakan insan akademis yang cerdas dan kompetitif”. Maka ADK harus tampil dengan peran resminya sebagai mahasiswa. LDK adalah Lembaga Dakwah Kampus yang telah memiliki sejarah tersendiri keberadaanya dalam pergerakan mahasiswa Islam Indonesia. Ratusan LDK telah tersebar diseluruh Indonesia seiring dengan pertumbuhan dunia Perguruan Tinggi sendiri. Selama lebih dari dua puluh tahun LDK berkembang dari gerakan elit, lalu membentuk komunitas, dan sekarang telah menjadi kenyataan sosiologis yang lebih luas lagi. Masyarakat kampus pada umumnya mulai terwarnai. Trend busana muslimah, nasyid, buku-buku pergerakan Islam, dauroh-dauroh, dan mentoring telah mengubah citra kampus yang sekuler, feodal, dan hedonistis menjadi “Pesantrean Modern” dimana kampus menjadi terasa Islami, egaliter, sederhana dan religious.

Pada awal tahun 90-an LDK telah merambah keperan yang lebih strategisn dengan mengambil posisi-posisi di lembaga-lembaga kemahasiswaan seperti BEM/Senat Mahasiswa. Pada FSLDK yang ke X, tahun 1998 di Malang para pemimpin LDK bahkan mengambil prakarsa untuk mendirikan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). Dengan demikian keberadaan LDK telah berkembang menjadi realitas sosial, dan menjadi realitas politik ditingkat nasional. Menilik kiprahnya yang signifikan dalam menentukan warna pergerakan mahasiswa di Indonesia, maka perannya ditingkat regional maupun internasional pun cepat berkembang. Apabila kemampuan untuk terus berkembang terpelihara dengan baik maka di masa yang akan datang alumni-alumni LDK yang semakin banyak akan menjadi penentu penting pembentukan masyarakat Islam Indonesia, sekaligus meneguhkan eksistensi politik umat.

LDK adalah modal dasar perjuangan, ia merupakan basis moral dan juga basis sosial dari pergerakan mahasiswa muslim. Oleh karena itu, LDK tidak boleh meninggalkan fungsi utama untuk membentuk kualitas kader handal sekaligus terus melahirkan produk di berbagai aspek kehidupan dalam rangka membentuk masyarakat Islami.

Ada beberapa hal yang perlu diperteguh sebagai basik position LDK. Pertama, LDK sebagai lembaga intra kampus yang merupakan bagian tidak terpisahkan baik dari struktural maupun cultural dari civitas akademika disuatu perguruan tinggi. Keberadaannya berbanding lurus dengan keberadaan perguruan tinggi. LDK akan tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan suatu perguruan tinggi. Kedua, inti keberadaan LDK adalah pembinaan dakwah di kampus. Oleh karena itu tanggung jawab untuk membina kader, dan fungsi laboratorium dakwah yang senantiasa memproduk berbagai trend Islamisasi menjadi kewajiban utamanya. LDK diaharapkan mampu menawarkan konsep-konsep Islami didunia akademik dan profesi. Suatu yang menjadi kebutuhan civitas akademika dikampus.

Ketiga, LDK adalah penjaga moral, perekat yang dinamis dan markas dakwah bagi seluruh elemen pergerakan mahasiswa. Artinya LDK harus mampu menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga kemahasiswaan  lain yang ada dikampus dalam  mensukseskan agenda-agenda dakwahnya. Keempat, LDK sebagai  lembaga intra kampus  adalah  lembaga yang  tidak langsung memasuki wilayah politik. Ia memproduk pemikiran-pemikiran politik, sikap moral dan akan menyalurkannya struktur terkait serta organisasi mahasiswa lainnya. Hal ini tidak berarti bahwa LDK akan menjadi sebuah gerakan parsial, namun semata-mata  merupakan  titik tekan, core competence, atau spesialisasi. Kelima, LDK adalah miniatur masyarakat Islam di Indonesia yang menampung berbagai problematika umat, kompleksitas, dan pluralitas didalamnya. LDK hendaknya dapat menjadi teladan dan pelopor pada setiap perubahan kearah Islami.
Dakwah kampus harus menjawab tawazunitas yang belum tuntas. Amal dakwah yang seimbang antara dakwiyah, fanniyah, dan siyasiyah menjadi titik tekan. Ketiga pendekatan amal dakwah kampus ini bukan sesuatu yang terkotak atau satu amal lebih dipentingkan dari amal yang lainnya. Ketiganya merupakan kesatuan amal yang terintegrasi menjadi kekhasan dakwah kampus. Ketertinggalan salah satu poin amal dakwah didalamnya merupakan sebuah kepincangan yang harus diperbaiki. Misalnya, selama ini amal dakwah fanniyah (keilmuan) seolah-olah di kesampingkan, dibandingkan dengan amal dakwiyah terutama amal siyasiyah.

Perubahan-perubahan structural maupun kultural akibat proses transisi sosial politik Indonesia. Karenannya diperlukan perubahan cara pandang terhadap diri dan lingkungan dalam menyikapinya. Patut dijadikan asumsi dalam menentukan format baru dakwah kampus kedepan adalah dinamika yang berkembang dikalangan ADK sendiri yaitu : Pertama, adanya kecenderungan untuk lulus cepat, hal ini selain disebabkan karena semakin singkatnya masa putus studi juga diakibatkan semakin mahalnya biaya pendidikan. Implikasinya adalah waktu yang dibutuhkan untuk berorganisasi tidak lama. Kedua, miskinnya tradisi intelektual dikalangan ADK dan mahasiswa secara umum. Hal itu tercermin dari sedikitnya dinamika intelektual yang berkembang dalam pers kampus. Kalaupun terbit semacam bulletin, namun itu tidak lebih dari saduran buku-buku dan tidak mencerminkan pergulatan intelektual dan ideology terhadap realitas sosial politik keummatan yang berkembang.

Mengembalikan LDK pada Khitahnya
Selain enam hal tersebut diatas yang seyogyanya diperteguhkan, ada beberapa agenda mendesak pokok-pokok pemikiran yang perlu dikedepankan pembahasannya di internal FSLDK dan LDK-LDK, hal ini didasarkan pada fenomena-fenomena kekinian yang memperlihatkan “melemahnya” peran dan gerak sy’iar dakwah kampus dibeberapa daerah-daerah Indonesia.

Pertama, mengeksplorasi permasalahan yang berkembang dan menjadi kendala bagi kemajuan LDK diwilayah, untuk menentukan skala prioritas pemenuhan kebutuhan bagi masing-masing LDK yang ada. Langkah selanjutnya yaitu penugasan kepada perangkat FSLDK untuk mempersiapkan strategi pendampingan terhadap LDK yang masih berada dalam tahap persiapan maupun permulaan. Hal ini sangat diperlukan dalam rangka penyamaan langkah perkembangan Islam yang dimulai dari gerakan intelektual kampus. Kedua, menyambut baik diterapkannya syari’at Islam dibeberapa daerah dan semakin menguatnya arus Islamisasi diberbagai lini secara parsial (melalui perda-perda, sekolah-sekolah Islam, dunia perbankan, ekonomi dan sebagainya), diperlukan sebuah perencanaan strategis yang terukur menuju model kampus yang Islami. Sehingga perwujudan lainnya akademis dan profesional muslim sejati bisa dilahirkan melaui kampus. Kajian-kajian bidang akademik dan riset keilmuaan serta penerapannya secara bertahap hendaknya mulai dilakukan, karena masyarakat saat ini tidak hanya membutuhkan pemahaman, tetapi yang lebih penting adalah implementasi nyata dari apa yang selalu kita suarakan.

Ketiga, memiliki kehidupan kampus yang kian dijerat oleh pragmentisme materi, hedonisme, dan pergaulan bebas, diperlukan langkah-langkah serius untuk menanggulanginya. Apabila tidak, akan terjadi fenomena melemahnya mental dan moral mahasiswa. Terserapnya mahasiswa kedalam mental dan moral budaya Barat dan kapitalisme global. Upaya- upaya sistematis untuk menghalau fenomena ini merupakan penguatan identitas dan kultur para aktivis dakwah kampus agar tidak ikut-ikutan tercemar seperti yang tergambar dalam melemahnya pergaulan antar ikhwan dan akhowat, millitansi, sifat kritis dan berbagai budaya yang bersifat laghwi (perkataan dan perbuatan yang sia-sia).

Keempat, semakin marak dan menjalannya kegiatan kristenisasi didalam kampus dan dimasyarakat umum dengan berbagai kedok dan cara. Perlu adanya penanganan yang intensif dan terfokus dari seluruh element umat Islam., lembaga keislaman, dan ormas-ormas Islam sehingga dapat memberikan pemahaman dan penanganan secara nyata terhadap hal tersebut. Butuh kerjasama dan jalinan komunikasi yang efektif dan efesien disetiap lini sehingga data dan fakta yang terjadi dapat lebih cepat diantisipasi dan ditangani.
Kelima, LDK perlu memperkuat syuro dan amal jama’i dilingkungan para aktifis dan masyarakat umum. LDK harus mengutamakan persaudaraan dan bergerak sinergis dengan berbagai komponen pergerakan mahasiswa, khususnya yang secara tradisional dilahirkan dan dibesarkan oleh LDK sendiri. Dalam sejarah panjang LDK yang sudah mengadakan ‘hajatan’ hingga FSLDKN ke XV yang diadakan di Ambon sebagai tuan rumahnya, ada metamorfosa dalam gagasan, organisasi, dan dinamika gerakan. Sepuluh tahun lebih FSLDK berjuang mencoba menata diri dan menyesuaikan aktivitas gerakannya dengan situasi zamannya. Dalam proses tersebut ada beberapa catatan yang perlu ditulis sebagai bahan kontemplasi, agar tidak gamang dalam memilih jalan dan tidak ragu memperbaiki bangsa ini serta sebagai awal untuk kembali kepada khitah perjuangan dakwah kampus.

Pertama, visi gerakan dan pragmatisme. Membentuk Kader Militan adalah tujuan dari proses kaderisasi yang dilakukan oleh LDK, atau Muslim Negarawan yang coba digaungkan oleh KAMMI. Kader Militan ataupun Muslim Negarawan hendaknya harus mulai tercermin dari kader-kader LDK dan KAMMI itu sendiri, terutama dijajaran para pemimpinnya. Bagaimana mungkin ide dan gagasan ini dapat tersosialisasi dan membumi dimasyarakat kalau penggagasnya justru jauh dari sosok seorang pribadi muslim. Sehingga wajarlah, ketika kalimat-kalimat ikhuwah islmiyah, amal jama’i, utamakan kuliah dahulukan dakwah hanya menjadi slogan belaka tanpa ada ruh kekuatan yang mampu mencerminkan itu semua. Ditengah-tengah menjalarnya pragmatisme gerakan mahasiswa, seharusnya kader atau pemimpin dapat menjadi teladan dalam aspek moral gerakan dengan menjaga idealisme khitaah gerak juang dan orientasi gerakan. Jangan sampai LDK justru larut dalam budaya pragmatisme gerakan dengan menghalalkan segala cara. LDK harus memiliki dhawabit (kerangka) moral dan etika dalam gerak juangnya. Ini diperlukan agar ijtihad setiap pemimpin LDK dalam menjalankan roda organisasi dan komunikasi tidak sampai menimbulkan ekses negative pribadi dan organisasi.

Kedua, komunikasi dan eksekusi gerakan. LDK harus menjadi organisasi yang terbuka (inklusif) bukan tertutup (eksklusif) serta dapat berkomunikasi dengan siapa pun dan ideology apa pun. Namun, dalam membangun komunikasi ini harus diawali dengan posisi yang jelas dan konsep yang kuat. Sehingga diharapkan gagasan-gagasan tersebut bisa menjadi gagasan bersama dalam konstribusi perbaikan bangsa dan negara. Hendaknya, bagi LDK komunikasi yang terbangun dengan pihak lain bukan sebagai alat untuk mempercepat mobilisasi vertical para pemimpinnya, tetapi lebih pada menjalankan fungsi da’i (penyeru pada kebenaran). Bargaining position LDK adalah visi gerakan dan kebenaran. Jangan justru agenda-agenda orang lain masuk dan menjadi agenda-agenda kita dan jangan sampai LDK menjadi kendaraan pihak lain dalam mewujudkan ambisi-ambisi pribadi, jika hal ini sudah terjadi maka LDK tidak lebih dari sebuah event organizer raksasa yang bekerja tergantung order.

Ketiga, LDK belakangan ini mewacanakan suksesi kepemimpinan dan regenerasi serta penokohan kadernya. LDK adalah sebuah gerakan yang tingkat pertumbuhannya sangat pesat, baik dari jumlah aspek kader maupun structural. LDK akhir tahun 2008 lalu dengan lingkup Nasional mengadakan pertemuan di Universitas Indonesia merumuskan konsep untuk membangun jaringan diluar negeri dengan konsep ‘FSLDK go Internasional’. LDK adalah organisasi besar yang memiliki manhaj kaderisasi yang cukup jelas dan lengkap, namun masih perlu perbaikan disisi implementasi. Perlu evaluasi kritis dalam proses regenerasi kepemimpinan di tubuh FSLDK. Karena regenerasi kepemimpinan bukan hanya faktor kederisasi, tetapi juga menyangkut bagaimana alur pemberdayaan kader di organisasi. Harus ada keseimbangan anatra kualitas kader dan mekanisme pemnberdayaanya. Jangan sampai ada kader yang punya ‘pangkat’ banyak, tetapi disisi lain ada kader yang ‘nganggur’.

Keempat, proses tourits (pewarisan) juga menjadi hal yang penting dalam regenerasi. Kader-kader yang potensial harus dipastikan mendapat pewarisan fikroh dan manhaj yang benar dan lurus dari pendahulunya, sehingga bangunan peradaban yang akan dibangun FSLDK bisa terus berlanjut, tidak selalu memulai dari nol. Krisis tourist inilah yang cukup memprihatinkan. Oleh sebab itu, wadah alumni LDK sepertinya harus bisa terealisasi pada forum-forum nasional untuk dibicarakan konsep dan teknisnya. Kosistensi agenda dan momentum. Salah satu kekuatan gerakan mahasiswa adalah kosistensi isu gerakan yang tergantung dengan ideologi dan visi gerakan. FSLDK seharusnya memiliki isu yang konsisten sebagai buah dari ideologi dan visi gerakan.

Khatimah
Mengakhiri tulisan ini, paling tidak sebagai solusi awal ada tiga pokok pemikiran tentang format baru dakwah kampus menurut saya yang perlu dikembangkan, pemikiran ini lahir dari perspektif peran kampus terkait dengan pronyek rekonstruksi negara madani dengan mempertimbangkan asumsi pergeseran lingkungan strategis akibat transisi sosial serta beberapa realita dikalangan ADK. Akselerasi kelulusan aktivis dakwah kampus yang kompetitif. Proyek rekonstruksi negara madani adalah proyek yang kompleks, karena waktu yang lama serta kebutuhan resources yang tidak sedikit. Dibutuhkan sebuah lumbung SDM yang mampu membentuk sebuah lapisan sosial yang terdiri dari da’iyah dengan kompetensi tinggi serta memiliki militansi untuk melakukan transformasi nilai-nilai rabbaniyah, baik secara struktural maupun cultural.

Lapisan sosial itu memiliki dua fungsi yaitu : Pertama,, adalah sebagai basis yang mapan bagi proses mobilitas vertikal para ADK untuk masuk  kedalam pusat-pusat pengambilan keputusan strategis, sebab pada kenyataannya tidaklah mungkin melakukan ishlalul hukumah seorang diri. Tidak mungkin seorang ADL menjadi tokoh publik, dan melakukan transformasi nilai-nilai rabbaniyah seorang diri. Dia membutuhkan dukungan dari berbagai kalangan dengan tingkat kompetensi yang tinggi. Kedua, adalah sebagai basis bagi lahirnya kandidat-kandidat calon pemimpin ummat yang maju dalam mimbar pemimpin mulai dari tingkat daerah hingga nasional, mulai dari suksesi kepemimpinan formal maupun nonformal. Jangan sampai ummat ini selalu ditimpa krisis calon pemimpin. Lapisan sosial itu sebagai kelas menengah muslim. Tanpa eksistensi lapisan sosial ini yang berkelanjutan, sulit membayangkan nasib dan proyek rekonstruksi negara madani. Dalam konteks inilah kita menempatkan dakwah kampus, dimana ia harus segera melakukan akselerasi kelulusan aktivisnya. Aktivis dengan seluruh kelengkapan fikrah, aqidah, suluk dan manhaj.

Memiliki kompetensi dan bermental petarung, sebab posisi-posisi strategis di masyarakat tidak ada yang gratis. Untuk setiap kelompok sosial dari kelas menengah, harus ada pertumbuhan yang signifikan setiap tahunnya. Artinya, dakwah kampus harus memberikan iklim yang kondusif bagi lahirnya para calon pedagang, intelektual, birokrasi dan professional. Jangan sampai ada aktivis dakwah kampus, yang setelah lulus luntang-lantung karena tidak mampu bersaing dilapangan kehidupan. Ketiga, dakwah kampus harus memiliki jaringan keorganisasian pasca kampus. Ada tiga jenis organisasi dalam suatu negara, tempat dimana sektor-sektor kehidupan negara dikelola. Yaitu organisasi publik (birokrasi), organisasi private (perusahaan), dan organisasi nirlaba (Ormas, LSM atau Asosiasi Profesi). Kelak para ADK akan terserap dan ditantang untuk berkiprah di ketiga sektor tersebut. Sebagai kader yang mengemban misi dakwah, ADK dituntut utnuk mampu berkiprah dan mengarahkan ketiga organisasi itu merekonstruksi Indonesia menjadi negara Madani. Artinya, mereka harus memiliki pengaruh dan magnet sehingga seluruh sektor kehidupan negara dapat berjalan kearah yang lebih baik dengan mengabsorbsikan nilai-nilai ketuhanan. Untuk dapat mencapai itu semua tentu saja bukan perihal mudah, butuh waktu untuk membuktikan integritas, kredibilitas, dan kompetensi ADK sebagai orang layak menempati dan bersaing dikesemua sektor tersebut.

Keempat, dakwah kampus harus mampu menumbuhkan semangat kewirausahaan dan penguasaan teknologi. Kemandirian ekonomi adalah salah satu ‘mata kuliah’ yang harus dilalui oleh Rasulullah saw pada masa-masa persiapan hingga menerima amanah Risalah Kenabian. Beliau mulai mengenal aktivitas kewirausahaan semenjak dini, yaitu ketika berusia 12 tahun, saat ia mengikuti kafilah dagang yang dipimpin Abu Thalib ke negeri Syam.

Menurut Al Buthy, ada dau pelajaran yang tersurat didalam kisah diatas. Pertama, menjag a integritas dan kredibilitas gerakan, “dakwahnya tidak akan dihargai orang manakala mereka menjadikan dakwah sebagai sumber rezekinya”. Tentunya kita menginginkan agar seruan dakwah ini selalu dihormati, disegani, dan didengar oleh ummat, sehingga dapat mengarahkan proses transformasi sosial kearah nilai-nilai ketuhanan. Namun, ketika ummat tidak lagi menghargainya, maka niscaya ia gagal dalam mengarahkan ummat. Kedua, menjaga independensi gerakan. “agar kita tidak nerhutang budi kepada seorang pun, yang dapat menghalangi dari menyatakan kebenaran dengan argumentasi adanya investor budi”. Pengguliran perubahan menuju negara madani, tidaklah mudah dimana pasti ada kekuatan status-quo yang tidak menghendaki perubahan. Mereka ingin agar Indonesia tetap berkubang dalam nilai-nilai jahiliyah.

Dalam era kompetensi ini, terjadilah sinergi yang beragam. Dibawah pengaruh politik setiap negara ia dibentuk. Politik negara yang dapat membangun sinergi positif antara ekonomi dan teknologi akan membuat negara-negara tersebut akan stabil dalam berbagai aspek. Namun, negara-negara yang gagal membangun sinergi antara kedua sektor tersebut dalam balutan kebijakan politiknya, akan menimbulkan proses kontradiktif yang membahayakan stabiliotas nasional. Ancaman disintegrasi bangsa mudah tampil dalam kehidupan negara tersebut. Meskipun kelak tidak semua ADK menjadi wirausahawan, namun cita-cita dan nilai-nilai seorang wirausahawan harus tetap terbawa selama hidupnya. Semoga investasi kebaikan diforum mulia ini dapat terimplementasikan dalam menjawab tantangan zaman yang ada, dan tentunya bisa memberikan solusi atas begitu banyaknya permasalahan-permasalahan Bangsa.

Wallahu A’lam Bishawwab.

Rabu, 01 Februari 2012

Semangat Gerak Dakwah Kampus Menuju Semangat Membangun Indonesia Madani


Oh, alangkah mencengangkan keberanian mereka dalam kebatilan
Dan lesu kalian dalam memperjuangkan hak
Oh, ajaib nian ketika kalian jadi sasaran tembak
Kalian diserang dan tak balas menyerang
Allah ditentang dan kalian senang.
_Imam Ali bin Abi Thalib R.A_

Susah memulai. Itu adalah kalimat klasik yang sering menghinggapi siapa saja, dimana saja, tentang apa saja yang harusnya dilakukan. Termasuk tentang satu poin kecil yang sering kali dianggap sepele dalam dakwah, di ranah manapun. Atau mungkin, tak pernah dibahas sama sekali dalam banjir kajian da’wiy di manapun. Satu poin kecil itu adalah semangat, ghiroh, passion, atau apapun kita menyebutnya.
Ibarat mobil yang sudah sangat bagus mesinnya, sudah sangat mulus bodynya, sudah sangat nyaman penggunaannya, tapi tanpa bensin. Manalah bisa mobil itu bergerak..? betul..? betul..? betul..?. begitu juga dengan kader dakwah kampus. Ketika manhaj dakwah sudah menggerayangi otak, prinsip tsawabbit wa mutaghayarat dalam dakwah sudah mengakar, ketika buku-buku dakwah sudah memupuki kefahaman, mengapa mobil ini tak juga  berangkat..?

“Apa kabar penghafal sekian banyak ayat, pelahap sekian banyak kitab dan pembahas sekian banyak qadhaya yang belum beranjak dari tataran tahu untuk bersiap menuju mau?.”
Ust. Rahmat Abdullah.

Kemauan. Itu adalah nama lain dari semangat. Bahkan dalam kamus, semangat dipaparkan sebagai kemauan yang besar. Kemauan yang besar ini adalah bensin bagi setiap kerja mobil, kemauan yang besar ini adalah amunisi bagi setiap senapan yang digunakan dalam tiap pertempuran. Kemauan yang besar ini mungkin bukan segalanya. Tapi tanpa kemauan yang besar, segalanya menjadi lebih berat membebani pundak-pundak kader dakwah kampus.
Bila semangat berarti kemauan, maka pertanyaan besar mulai timbul di jejaring membran sel-sel otak. Kemauan untuk apa?. Seorang bayi menangis dengan semangat karena memiliki kemauan yang kuat untuk mendapatkan ASI, seorang atlit marathon berlari dengan semangat karena memiliki kemauan untuk memenangkan perlombaan dengan sampai pada tujuan paling awal. Begitu hukum alam, seseorang akan bersemangat karena kemauan yang besar untuk mendapatkan sesuatu. Lantas, apa yang seharusnya menjadi kemauan terbesar bagi dakwah kampus sehingga tiap geraknya penuh semangat..?

“ Kita sedang membangun sebuah PERADABAN,
bukan KEKUASAAN Bung..!”
_Slide perkenalan LDK Salam UI X3_

Yups!. Sebuah peradaban ikhwah fillah. Sebuah peradaban adalah garis finish kita. Sebuah peradaban adalah goal getter kita. Bukan sebuah kekuasaan semu yang jaya pada suatu waktu lalu digulingkan dengan mudah pada waktu berikutnya. Suatu peradaban yang memerlukan beratus tahun untuk menaklukannya. Sebuah peradaban yang memerlukan jutaan orang mati dalam peperangan untuk menjatuhkannya. Sebuah peradaban yang gemilang dengan kita para mujahid dan mujahidah sebagai pemimpinnya. Adakah kita lupa bahwa peradaban kita sesungguhnya pernah Berjaya menaungi dua pertiga dunia?. Bukan hanya kekuasaan semu merebut bangku-bangku politik tanpa solusi kongkrit. Tidakkah tujuan kita cukup menggiurkan?.
Tak pantaskah kita menjemput tujuan kita dengan semangat menggebu yang mampu menciutkan nyali setiap musuh?. Tak pantaskah kita berjuang menggapainya dengan menyuguhkan senyuman terindah yang kita miliki. Dengan takbir menggelegar. Dan dengan keinginan kuat untuk menggali dan terus menggali segenap ilmu tentang bagaimana peradaban itu kita raih. Tak ahsan kah kita bersemangat dalam tiap hentakan kaki menuju kemenangan hakiki?.
Mungkin, jalan dakwah kita tak selalu bertaburan bunga. Karna pada nyatanya sifat jalan dakwah itu memang jalan yang terjal, panjang, lagi sepi. Jalan ini benar-benar tidak bisa membuat seorangpun memiliki semangat yang tahan lama. Bahkan mobil yang sudah full bahan bakar sekalipun tak akan bertahan lama jika melaju di jalan ini. Tapi, kita selalu memiliki pilihan lain.
Kembali ke pengibaratan. Semangat ibarat bahan bakar. Semangat ibarat bensin. Dan kita tahu bahwa bensin juga memiliki beberapa jenis. Ada yang hemat dan tahan lama, ada yang boros tapi cepat, dan adapula yang membuat mesih rusak. Begitu juga dengan semangat.
Semangat yang membuat mesin rusak adalah semangat yang didasari dengan ambisi akan eksistensi, ingin dipuji orang sebagai aktivis dakwah, ingin dilihat orang sebagai seseorang yang padat akan perjuangan dakwah. Semangat tipe ini merusak mesin kita, yaitu hati. Semangat yang boros tapi cepat adalah semangat kepanitiaan yang didasari oleh hasrat berorganisasi, mengatur orang lain, menjadi pemimpin, atau sekedar tak mau dicap sebagai kader yang tidak amanah. Semangat tipe ini memang cepat, tapi boros karena akan habis seiring habisnya agenda di kepanitiaan. Dan yang terakhir adalah semangat yang hemat dan tahan lama. Adalah ghiroh, ghiroh yang diiringi dengan rukhiyah yang selalu terjaga. Ghiroh yang selalu terbawa bersama tiap doa rabithah. Ghiroh yang berasal dari Allah, dan selalu akan terjaga saat hati kita juga benar-benar menuju Allah.
Pada akhirnya, berangkat dari sanalah para pahlawan Indonesia hadir. Para pahlawan yang mampu memberikan karya-karya terbaiknya untuk Indonesia. Para pahlawan yang mengizinkan dirinya melayani mimpi-mimpi besarnya tentang Indonesia yang Madani. Sebagaimana kita ketahui bahwa Kampus adalah miniatur Negara. Kelak, kita lah yang berkontribusi melayani negeri ini dengan semangat yang tak pernah padam untuk lebih baik lagi.

“Para pahlwan mukmin sejati selalu unggul dalam kekuatan spiritual dan semangat hidup. Senantiasa ada gelombang gairah kehidupan yang bertalu-talu dalam jiwa mereka. Itulah yang membuat sorot mata mereka selalu tajam, di balik kelembutan sikap mereka. Itulah yang membuat mereka selalu penuh harap, di saat virus keputusasaan mematikan semangat hidup orang lain”
_Anis Matta_Mencari Pahlawan Indonesia_

So, semangat terus akhi..! Semangat terus ukhti..!. “ Tetaplah Bertahan Dan Bersiap Siagalah”. Wallohua’lam.

By : Widia F Gusniarti (LDM UIN Sunan Gunung Jati, Bandung)